“Kenapa Bayar Mahal untuk Mengenal Budaya Sendiri,” itu adalah kutipan yang tertera di tengah ruangan pameran seni Titik Dua Ubud. Pameran bertajuk “Mythos” ini diselenggarakan pada 26 Agustus hingga 16 September 2023.
Kutipan yang tadi disebutkan diambil dari salah satu karya Rama Indirawan atau Suttasoma. Kutipan ini menjadi pertanyaan bagi diri sendiri dalam mencari akar budaya sendiri. Rama pun menceritakan jika maknanya kutipan ini akan berbeda-beda sesuai pemahaman masing masing orang. Ia pun bercerita jika banyak dari kita yang sudah jauh dari akar atau budaya kita sendiri.
Lebih lanjut Rama juga bercerita mengenai karyanya. “Beberapa karya aku menggunakan aksara jawa, aku dalami karena aku mulai mengali akar sebagai orang jawa yang ada kemiripan dengan aksara bali. Karya ini namanya anika yang artinya ketidakabadian,” katanya.
Karya Rama menampilkan objek modern yang menadakan jaman sekarang, ditimpa dengan akrasa yang artinya bhineka atau beragam. Terdapat juga tangga yang berfungsi sebagai pijakan untuk melihat karya yang berukuran kecil.

Selain itu, seniman printmaker Agung Pranama membuatkarya dari gambar patung yang terpengal kepalanya. Dalam karyanya ini, ia menambahkan Pupuh Jerum untuk memanggil mahluk ghaib untuk menyantap sesajen dan pulang dengan damai. “Ini adalah gagasanku perihal sebegitu dekatnya mahluk mitologi dengan kehidupan kita di Bali sampai ada dalam skrip upacara agama,” katanya.
Karya Putu Surya Dharma Putra menceritakan tentang Harpy Lazuli. “Aku mengangkat Harpy adalah setengah manusia dan setengah burung karena aku melihat kemiripan dan kesamaan dengan budaya Indonesia juga mengangkat tarian tarian, seperti tari cendrawasi dan tari burung dari kalimantan, aku melihat mitologi secara luas ada koneksi antara indonesia dan budaya luar,” ceritanya.
Sementara itu Seniman Kei Kusuma menceritakan salah satu karyanya bertajuk “Moonlight Thinker” yang menceritakan figur wanita sebagai tokoh kehidupan. “Dia ini sebagai sosok refleksi kita sebagai manusia yang di mana kita berusaha menikmati hidup itu dengan segala dinamikanya.” katanya. Dalam lukisan ini terdapat symbol kuburan yang mengambarkan kematian dan juga disorot oleh sosok-sosok yang menilai hidup kita yang berada dalam pertunjukan kehidupan.
Satu lagi seniman yang tidak kalah berbakatnya, yaitu I Made Ananda Krisna yang masih berumur 14 tahun. Ananda dibimbing oleh Sanggar Bares yang berdiri sejak 18 agustus 2017. Nyoman Bratayasa pembimbing sanggar ini pun menceritakan tentang bakat Ananda. “Selama mereka berkarya, anak ini sudah punya karya sekitar 3000 karya, kebetulan di pameran ini, Mythos, memang salah satu dari mereka itu dialah yang dipilih karyanya untuk pameran di sini,” ujar Nyoman membangakan anak didiknya.

